Tuesday, April 24, 2018

Manakah Kehendak Allah?

 
"Lakukanlah / Pilihlah / Ambilah / ... yang sesuai dengan kehendak Tuhan, karena kehendak Tuhan itu pasti yang terbaik". Kalimat saran ini sering sekali kita terima bahkan kita ucapkan untuk orang yang sedang ingin mengambil keputusan atau tindakan.

Lalu tidak jarang juga responnya "Itu dia, gimana caranya kita tahu mana yang kehendak Tuhan dan mana yang bukan?". Kalau seandainya disuruh pilih korupsi atau jujur? tentu kita tau mana yang kehendak Tuhan, tapi bagaimana jika pilihannya bukan tentang taat atau langgar?

Seberapa sering kita berada dalam kondisi "Mencari kehendak Tuhan" ketika pilihannya "kiri atau kanan?, Maju atau diam?, Ambil atau simpan?, Lepaskan atau perjuangkan?, Pergi atau Tinggal?, Terima atau tolak?, Putus atau lanjut?" ehhhhh . Bukan pilihan yang sudah pasti kita tahu salah atau benar, tapi pilihan yang sama sekali tidak mampu kita ketahui akan dibawa pada kehidupan seperti apakah kelak setelah kita ambil salah satu dari apa yang menjadi pilihan kita.  

Atau mungkin dalam hal sederhana, postingan media sosial misalnya, pernahkah kita mempertanyakan ini sebelum kita post sesuatu di akun media sosial kita? : "Posting gak yaaaa?", Pernahkah kita bertanya "Apakah posting 'ini' di (IG, FB, Path, dll) adalah kehendak Tuhan?".

Berbicara tentang kehendak Tuhan rasanya memang cukup sulit untuk dipahami. Ada yang bilang : "Kalau kita dekat dengan Tuhan kita pasti tau mana kehendak Tuhan", Bahkan ada yang lebih ekstrim berkata : "Kalau kita dekat dengan Tuhan, keinginan kita akan selalu mengarah pada kehendak Tuhan", tapi sayangnya jawaban ini malah memunculkan pertanyaan lain : "Bagaimana kita mengukur apakah kita dekat atau jauh ? Seberapa dekatkah kita, sampai keinginan kita selalu mengarah pada kehendak Tuhan?"

Tidak hanya tentang pilihan yang belum kita tahu benar atau salah, kita juga sering menghadapi pilihan yang sudah jelas kita pahami sebagai kehendak Tuhan namun tetap sulit untuk memilih, misal: "Tolong atau abaikan?, bergosip atau diam? Mencela atau mengasihi?, Maafkan atau benci?, Berkata kasar atau berkata bijak?"

Yah begitulah, katanya hidup selalu menawarkan banyak pilihan. Entah itu pilihan yang sudah jelas dapat dibedakan sebagai baik atau buruk, atau semua baik namun kita tidak tahu mana yang benar. Apapun itu, kehendak Tuhan-lah yang benar untuk dipilih.

Tapi bagaimana kita tahu dan akhirnya mampu bertindak dengan penuh keyakinan melakukan kehendak Tuhan?

Roma 12 : 1 - 2
Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

Ayat ini sepertinya sedang mengarahkan kita bagaimana caranya memahami kehendak Tuhan. 

Mempersembahkan hidup kita -- Tidak serupa dengan dunia (Galatia 5 : 19 - 21) -- Mengalami pembaharuan budi (Mau berubah) → Dapat membedakan manakah kehendak Allah.

Mempersembahkan diri artinya kita memberikan seluruh hidup kita untuk Tuhan, kesenangan kita bukan lagi tentang kesenangan yang dunia ajarkan, bukan lagi tentang keinginan lahiriah yang fana dan akan binasa, tapi tentang hidup yang memuliakan Tuhan.

Mungkin praktisnya, ketika kita diperhadapkan dengan pilihan, kita bisa mengajukan pertanyaan pada diri kita sebelum mengambil tindakan: 

  • Apakah pilihan yang akan kita ambil itu membuat dunia memandang pada kemuliaan Tuhan? atau membuat dunia memandang keberadaan kita?
  • Siapakah fokus dalam setiap keputusan yang kita ambil? Tuhan? atau keinginan daging kita?
  • Apakah tindakan kita membuat dunia memuliakan Tuhan? Atau malah mempermalukan Tuhan?

    Bukankah ketika kita mengaku "sudah lahir baru", artinya kita mengakui bahwa bukan kita lagi yang hidup? Manusia lama kita telah mati dan kita hidup dalam Kristus yang hidup dalam hati kita. Siapakah yang mau kita senangkan?
Padahal kalau memang Kristus tinggal dalam hati kita, dalam hidup kita (Gal 2:20) tentu ketika kehidupan kita menyenangkan Tuhan, kita pun ikut berbahagia di dalam Tuhan. Tapi seringkali kita membalikan keadaannya, kita mengejar kesenangan kita dan berdalih Tuhan pun pasti senang tapi secara tidak langsung kita sedang mengabaikan Tuhan lalu berakhir dengan kekecewaan.

Setelah belajar ini, mungkin pilihannya sekarang bukan lagi "Manakah kehendak Allah?" tapi "Maukah kita mempersembahkan hidup kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah?". Menjadikan Tuhan sebagai fokus utama dalam setiap tindakan kita. Kehendak Tuhan selalu yang terbaik, dan hanya di dalam tangan Tuhan saja kita aman.